Showing posts with label Novel. Show all posts
Showing posts with label Novel. Show all posts

Saturday, October 25, 2014

SINOPSIS HEART

RESENSI NOVEL “HEART"

NISCAHYA FITRIANI
XII MM 1
19

DEPARTEMEN PENDIDIKAN
SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 1 PURWOSARI
JL. Raya Purwosari – Purwosari – Pasuruan 67162 Telp. (0343)613747 Fax. (0343) 614367
E-mail: smkn1.pasuruan@igi-alliance.com
Website: www.smkn1purwosari.net 


A. Pendahuluan


1. Judul buku : Heart
2. Penulis : Ninit Yunita
3. Penerbit : Gagas Media
4. Tahun Terbit : April 2006
5. Tebal buku : 168 halaman
6. Pelaku :
• Rachel
• Farel
• Luna
• Ayah Luna
• Mama Luna
• Papa Rachel
• Suster I
• Suster II
• Suster III
• Pedagang

7. Sinopsis :
Sejak kecil, Rachel dan Farel adalah dua sahabat yang tak terpisahkan. Rachel seorang cewek tomboy yang sedikit usil diam-diam menaruh cinta pada Farel. Sayangnya, perasaan cinta itu tidak pernah ia ungkapkan langsung pada Farel. Rachel hanya berani menuliskannya pada sebuah pohon besar dimana dia dan Farel sering bermain basket disana. Farel tidak tahu apa yang ditulis oleh Rachel karena Farel takut untuk memanjat pohon tersebut sedangkan tulisan itu letaknya cukup tinggi. Karena Farel tak berani memanjat pohon maka Rachel hanya mampu menyimpan perasaan itu rapat-rapat dalam hatinya. Sedangkan Farel, ia hanya menganggap Rachel sebagai teman atau sahabat untuk berbagi suka dan duka. Teman yang bisa merasakan banyak hal. Senang dan sedih dalam bersama. Teman yang mampu memahami perasaanya. Begitu pula pada saat dimana Farel jatuh cinta pada Luna-cewek yang lama hidupnya ditentukan oleh penyakit Sirosis dan hanya dapat ditolong melalui pendonoran hati. Sebenarnya Farel tak tahu akan keadaan Luna yang seperti itu. Hingga pada suatu pagi dimana Farel ingin mengungkapkan isi hatinya pada Luna sang peri kecil pujaannya. Farel pun mengatakan pada Luna bahwa dia sangat sayang dan mencintai Luna.Tapi apa daya, Luna menolak dan menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya pada Farel meskipun sebenarnya Luna juga sangat sayang dan mencintai Farel. Dari sinilah Rachel sebagai seorang sahabat Farel mampu meyakinkan Luna untuk menerima Farel. Dia berkata pada Luna “Janganlah kamu lari dari kenyataan, Tuhan telah memberi jalan kamu dan Farel untuk ketemu. Farel sudah membuatmu tertawa, bahagia. Farel juga bisa jadi anugerah terindah buat kamu. Padahal semua itu datang disaat dimana hidup kamu sudah tak lama lagi. Farel sangat sayang kamu, jangan bikin Farel nangis karena gak salah apapun sama kamu”. Air mata Luna pun menetes mendengar perkataan dari Rachel. Sore hari setelah Rachel pergi kerumah Luna, Rachel dan Farel bermain basket seperti biasanya. Mereka bermain dengan riang hingga handphone Farel pun berbunyi. Ternyata telpon dari Luna. Tak disangka Luna menarik perkataanya pada Farel. Wajah Farel terlihat cerah secerah langit pada sore itu. Farel memanggil Rachel dan memeluknya erat dan dengan bahagia dia mengucapkan terima kasih pada Rachel.
Hari berganti hari, kemesraan antara Farel dan Luna semakin terasa hangat. Tetapi tidak bagi Rachel. Ia merasa semakin jauh dari Farel padahal dia juga sangat menyayangi dan mencintai Farel. Hingga akhirnya ia merasa marah dan kesal kepada Farel meskipun ia pernah berkata bahwa cinta itu senang melihat orang yang dicintai bahagia. Tetapi ia merasa terkadang itu berat untuk menjalaninya. Karena pikiran yang sedang kacau, hingga suatu saat setelah dari lapangan basket, Rachel berlari menangis dan tak peduli arah. Hal ini berakibat fatal. Ketika Rachel berlari, ia tak tahu ada jurang didepannya. Akhirnya ia terperosok ke dalam jurang. Saat ia jatuh, ia ditolong oleh seseorang dan membawanya ke rumah sakit. Tak disangka di rumah sakit juga ada Farel yang mengantar Luna karena disaat yang bersamaan pula penyakit Luna kambuh. Farel kebingungan bahwa peri kecilnya sakit begitu pula dengan sahabatnya yang sejak kecil selalu menemaninya juga sedang sakit. Farel pun menghampiri Rachel dan berkata padanya kalau dia pasti akan kembali menjenguknya, tetapi saat ini ia juga harus menemani Luna.
Hari berganti pagi. Tak disangka pada hari itu pula telah menanti kabar buruk. “Kaki Rachel harus diamputasi”, kata dokter. Keluarga Rachel terkejut, begitu pula dengan Farel. Dilain pihak, kabar buruk juga menimpa Luna. Kata dokter,”Tak ada harapan lagi untuk Luna kecuali ada orang yang rela mendonorkan hatinya untuk Luna”. Farel semakin kebingungan dengan keadaan yang seperti ini, hingga akhirnya Luna yang saat itu ada disampingnya berkata padanya kalau dia ingin pulang. Dokter memperbolehkannya untuk pulang meski itu beresiko.“Tapi bila dirumah akan lebih baik apa salahnya”, kata dokter. Sebelum mengantar Luna pulang, Farel kembali menjenguk Rachel.Tetapi Rachel saat itu terlihat tertidur dengan pulas. Farel pun menggenggam pelan tangan Rachel dan berbisik padanya kalau dia harus pergi dulu mengantar Luna pulang, dia sudah tak ada harapan lagi. Tinggal menunggu waktunya datang. Cuma donor hati yang bisa menyembuhkan dia. Itulah yang dikatakannya pada Rachel. Farel tak tahu sebenarnya Rachel mendengar semua perkataanya, hanya saja ia terlalu lelah untuk membuka matanya. Farel pun pergi mengantar pulang Luna.
Semakin hari keadaan Rachel semakin memburuk. Dalam keadaan yang seperti ini disaat ia tidur di malam hari, selama tiga hari dia bermimpi neneknya datang dan mengajaknya pergi. Tak tahu kenapa setelah terbangun di pagi harinya ia langsung meminta mamanya untuk manyuapinya. Mamanya langsung melonjak senang mendengarnya. Tapi setelah makan Rachel melihat sekilas cahaya putih, tak disangka itu adalah neneknya yang kembali mengajaknya pergi. Rachel meminta mamanya memberinya kertas untuk menulis surat buat Farel. Setelah menulis surat itu Rachel berpamitan pada mama dan mengatakan ia sayang sekali sama mama dan papanya dan juga Farel. Tak lama kemudian ia pun pergi meninggalkan semua orang yang disayangi dan dicintainya.
Berita duka itu langsung terdengar oleh Farel dan Luna. Farel pun langsung pergi ke pemakaman Rachel, tetapi Luna juga ingin ikut. Farel melarang Luna karena kondisi Luna masih sakit. Setelah Farel berangkat, Luna berjalan menuju ke kamarnya dan menyiapkan baju hitam yang ingin ia pakai untuk menyusul Farel. Tetapi dalam keadaan yang masih sakit, ia tak kuat untuk berjalan, tiba-tiba ia pingsan. Ketika ayah Luna pulang, ayahnya langsung terkejut melihat anaknya yang sudah terjatuh pingsan tak berdaya sementara Farel masih belum pulang. Ayah Luna langsung memberi kabar pada Farel dan ia pun langsung pergi ke rumah sakit.Wajah kecemasan menyelimuti Farel yang menunduk dan dalam hatinya ia berkata kenapa dihari yang sama terjadi hal yang seburuk itu pada dua orang terdekat dalam hidupnya. Tak lama kemudian, dokter keluar dari ruang ICU dan menghampiri ayah Luna dan mengatakan suatu hal pada ayah Luna. Farel semakin bingung dan ingin segera tahu bagaimana keadaan Luna. Ternyata ada kabar baik. Ada orang yang mau mendonorkan hatinya untuk Luna. Luna pun akhirnya sembuh.
Delapan tahun setelah Rachel meninggal, banyak hal yang terjadi. Kini Farel telah menikah dengan Luna dan telah memiliki seorang anak. Suatu hari Farel dan Luna pergi menjenguk orang tua Farel di rumah. Sementara orang tua Farel dan Luna ada dirumah, ia berjalan mengitari sekeliling rumah dan menuju ketempat dimana dulu ia dan sahabat terbaiknya yang kini telah tiada, yang sering bermain bersama dengan canda tawa yang begitu terasa hangatnya. Ia teringat dengan perkataan Rachel kalau dia pernah menulis sesuatu pada pohon yang sering Rachel panjat. Dengan tekad, Farel berusaha memanjat pohon itu dan ia melihat terdapat sebuah ukiran yang pernah Rachel buat. Ternyata pada ukiran tersebut tertulis nama Farel dan Rachel dibingkai dengan gambar hati. Ia pun teringat dengan surat yang dulu pernah Rachel tulis sebelum ia pergi. Surat itu berisi bahwa sebenarnya Rachel sangat menyayangi dan mencintai Farel. Bukan sayang seorang sahabat melainkan sayang layaknya seorang perempuan kepada laki-laki. Dan tak lupa setelah mendengar perkataan Farel kalau Luna hanya dapat ditolong dengan pendonoran hati maka ia bertekad untuk mendonorkan hatinya pada Luna.Dengan hati yang ia donorkan pada Luna, itu berarti dia akan selalu ada didekatnya dan dengan cara itu pula dia ingin mengatakan satu hal kalau dia cinta dan sayang sama Farel.

B. Isi
Unsur Intrinsik
1. Tema
Percintaan. Karena, dalam novel ini menceritakan seseorang perempuan yang sangat mencintai seorang laki-laki walaupun laki-laki itu mencintai perempuan lain namun dia berani berkorban nyawa demi laki-laki yang dia cintai.

2. Tokoh
a. Rachel
b. Farel
c. Luna
d. Ayah Luna
e. Mama Luna
f. Papa Rachel
g. Dokter
h. Suster I
i. Suster II
j. Suster III
k. Pedagang
3. Penokohan

a. Rachel
Tokoh ini memiliki watak pemberani, pencemburu, selalu menepati janji dan baik hati.
Di bawah ini adalah kutipan yang menunjukkan bahwa sifat Rachel adalah seorang yang pemberani.
“Nyari-nyari gue, yaaa?” Rachel tertawa. Dengan santai ia duduk di cabang pohon. (hal. 5)

Di bawah ini adalah kutipan yang menunjukkan bahwa sifat Rachel adalah seorang yang pecemburu.
“Janjian sama Luna? Kok sering banget sih.... Perasaan kemaren-kemaren, kan udah ketemuan. Huhuhuhu.” (hal. 42)

Di bawah ini adalah kutipan yang menunjukkan bahwa sifat Rachel adalah selalu menepati janji.
“Lu maunya apa, sih? Kemaren lu sendiri yang bilang kalo Luna nolak, gue harus nabrak lu sampai mati. Udah gue tepati janji gue, sekarang malah elu yang marah-marah ke gue.”(hal. 64)

Di bawah ini adalah kutipan yang menunjukkan bahwa sifat Rachel adalah baik hati.
-
“Gue memutuskan untuk mendonorkan hati gue buat Luna. Cinta itu, senang melihat orang yang dia cintai, bahagia. Dan gue tau kalo elu akan bahagia sama, Luna.” (hal.157)

b. Farel
Tokoh ini memliki watak penakut, teguh keyakinan dan nekat.

Di bawah ini adalah kutipan yang menunjukkan bahwa sifat Farel adalah seorang yang penakut.
”Kalau Luna nolak gua, lo geber mobil lo sekenceng mungkin dan tabrak gua sampe mati. Ok?” (hal. 54)

Di bawah ini adalah kutipan yang menunjukkan bahwa sifat Farel adalah seorang yang penuh dengan keyakinan.
“Pokoknya, dalam satu kata, Luna itu cewek ideal gua. Tipe orang yang cocok buat jadi istri gua nanti. Tipe orang yang cocok buat jadi istri gua nanti. Tipe orang yang cocok buat jadi ibunya anak-anak.” (hal. 25)

c. Luna
Tokoh ini memiliki watak humoris tetapi terkadang dia selalu pesimis.

Di bawah ini adalah kutipan yang menunjukkan bahwa sifat Luna adalah seorang yang humoris.
”Rumahku deket kuburan, rumahku jauh. Kata orang, tempat jalan buang anak. Hhhh!!!” (hal. 21)

Di bawah ini adalah kutipan yang menunjukkan bahwa sifat Luna adalah seorang yang selalu pesimis.
“Sirosis. Aku nggak punya harapan lagi untuk disembunyikan. Kematian hanya soal waktu. Dan itu nggak akan lama lagi.” (hal. 62)

d. Ayah Luna
Tokoh ini memiliki watak peduli terhadap orang lain.

Di bawah ini adalah kutipan yang menunjukkan bahwa sifat Ayah Luna adalah seorang yang peduli terhadap orang lain.
“Oh, Ooom turut berduka, Farel.” (hal. 149)

e. Mama Rachel
Tokoh ini memiliki watak selalu berlapang dada.

Di bawah ini adalah kutipan yang menunjukkan bahwa sifat Mama Luna adalah seorang yang peduli selalu berlapang dada.
“Kematian memang selalu datang tanpa pernah kita bisa duga, semua itu rahasia Tuhan.” (hal. 151)

f. Papa Rachel
Tokoh ini memiliki watak bijaksana.

Di bawah ini adalah kutipan yang menunjukkan bahwa sifat Papa Rrachel adalah seorang yang selalu berlapang dada.
”Terima kasih Farel. Oom juga sama. Kami tidak pernah menyangka hal ini. Tapi Tuhan berkehendak lain.” (hal. 151)

g. Dokter
Tokoh ini memiliki watak jujur.

Di bawah ini adalah kutipan yang menunjukkan bahwa sifat dokter adalah seorang yang jujur.
”Jujur saya katakan, Luna sudah tidak ada harapan lagi. Maaf kan saya, Pak. Tapi dari semua hasil pemeriksaan, hanya donor hati yang dapat menyembuhkan putri bapak.” (hal. 128)

h. Suster I
Tokoh ini memiliki watak seorang yang ramah.

Di bawah ini adalah kutipan yang menunjukkan bahwa sifat suster I adalah seorang yang ramah.
”Hari ini pulang, ya?” (hal. 129)

i. Suster II
Tokoh ini memiliki watak seorang yang baik.

Di bawah ini adalah kutipan yang menunjukkan bahwa sifat suter II adalah seorang yang baik.
“Pak…, ini surat izin pulang dari dokter. Silahkan bapak ke bagian administrasi setelah ini.” (hal. 129)


4. Alur
Maju. Karena, dalam novel ini bagian alur yang disajikan secara berurutan dari tahap perkenalan atau pengantar, dilanjutkan tahap penampilan masalah, dan diakhiri dengan tahap penyelesaian.
5. Latar
a. Latar tempat

1) Jakarta. Latar tempat ini diceritakan pada awal cerita. Hal tersebut terlihat dari pernyataan dibawah ini:
”Sore di Jakarta. Langit mendung tapi tidak ada tetesan air yang turun dalam bentuk hujan. Dua orang anak kecil berumur 10 tahun berlari merebut bola. Keduanya berambut pendek.” (hal. 1)

2) Kios pedagang buku. Seperti pada kutipan di bawah ini:
”Pada saat yang bersamaan, tidak jauh dari kios pedagang buku, sebuah mobil berhenti.” (hal.13)

3) Kamar. Seperti pada kutipan dibawah ini:
”Luna menyangga degu dengan kedua tangan di tepi jendela kamar. Kejadian semalam masih melekat dalam ingatan. Farel memberikan kejutan indah. Mata Luna di tutup kain.” (hal. 45)

4) Danau. Danau adalah salah satu latar tempat yang ada dalam novel ”HEART”. Seperti halnya yang terdapat dalam kutipan di bawah ini:
”Luna dan Farel ada di atas perahu. Air danau memantulkan bayangan mereka.” (hal. 38)

5) Lapangan basket. Lapangan basket adalah salah satu latar tempat yang banyak digunakan dalam cerita novel ”HEART” ini seperti halnya yang terdapat dalam kutipan di bawah ini:
”Biasanya, sore hari ini di lapangan basket itu ada dua orang yang saling mengejar bola. Berebut untuk memasukannya ke dalam ring. Tapi sore itu hanya ada seorang yang duduk termenung di sudut. Entah apa yang dipikirkan Rachel. Ia bukan tipe perempuan yang senang diam dan menyendiri. Sepertinya, kali ini ada sesuatu memberati pikirannya sehingga, membuat perempuan tomboy itu melamun lama-lama.”

6) Bukit. Seperti halnya yang terdapat dalam kutipan di bawah ini:
”pikiran Rachel semakin kacau. Ia berlari kencang mengikuti angin meniup pepohonan. Dengan nafas yang terengah, Rachel terus berlari menembus bukit.” (hal. 111)

7) Rumah sakit. Seperti halnya yang terdapat dalam kutipan di bawah ini:
”Di ruang Unit Gawat darurat sebuah rumah sakit di Jakarta, ada beberapa pasien yang datang. Termasuk Luna. Ia terbaring lemah.” (hal.113)

8) Makam. Makam adalah salah satu latar yang mendekati dan bagian akhir pada cerita novel ”HEART”. Seperti pada kutipan dibawah ini:
”Rachel dimakamkan sore ini. Dalam perjalanan menuju ke makam, sudah banyak mobil yang berderet menandakan banyak sekali yang menyaksikan pemakaman Rachel.” (hal. 150)

b. Latar Waktu

1) Pagi hari
”Pagi itu seorang suster membuka tirai kamar tempat Luna terbaring.” (hal. 125)

2) Sore hari
”Sore ini seperti bias, Rachel dan Farel rutin bermain basket. Rachel sudah bersiap-siap dengan pakaian olah raga. Tapi ada sesuatu yang membuat Rachel ceria menjadi lain. Ada kesal yang menggunung tanpa tahu pada siapa ia harus melimpahkannya.” (hal. 85)

3) Malam hari
“Malam itu, di sebuah cafe sudut mall, Rachel duduk sendiri. Ia menjilati es krim sambil membaca komik. Komik yang di buat Luna.” (hal. 27)

c. Latar Suasana

1) Sedih
“Air mata kini membanjiri Luna. Farel lekas menggenggam erat tangan peri kecil itu. Ada perasaan yang ingin selalu melindungi. Ada sikap tulus yang selalu ingin membuat peri kecil itu tidak bersedih.” (hal. 62)

2) Kecewa
“Sambil membungkus kado, Rachel memperhatikan Farel. Wajah sahabatnya itu membuat Farel yang tadi ceria tersapu dengan kekecewaan yang sangat terlihat jelas.” (hal. 68)

3) Gelisah
“Mata kecil itu memandangi wajah Farel dengan gelisah. Setelah berfikir tiga menit, Rachel memutuskan untuk memberi Farel pernapasan buatan.” (hal. 11)

6. Sudut Pandang
Dalam novel HEART ini menggunakan sudut pandang serba tahu. Pengarang seolah-olah tahu banyak hal. Pengarang memberi tahu atau melaporkan semua sifat, ciri dan tindak tanduk pelaku. Seperti halnya dalam pernyataan di bawah ini:
”Sepuluh tahun telah mengubah Farel yang takut memanjat pohon menjadi seorang laki-laki berani. Kini genap dua puluh tahun. Tidak banyak perubahan dari Farel kecil. Hanya saja, sekarang laki-laki itu terlihat dewasa. Farel memang tidak banyak berubah. Ia masih suka membaca komik. Itu sebabnya, kenapa pagi ini Farel menyusuri deretan kios penjual buku. Mencari komik favoritnya.” (hal. 11)

7. Gaya Bahasa
Dalam novel ”HEART” ini gaya bahasanya yang digunakan merupakan bahasa sehari-hari dan bukan merupakan ragam bahasa baku.

8. Amanat
Pengarang menyampaikan pesan bahwa kita harus bisa menjadi orang yang lebih peka. Baik dalam suatu kejadian, ataupun menyangkut perasaan orang lain. Jangan sampai membuat orang lain sedih. Juga, pengarang mengingatkan kepada kita bahwa cinta sejati itu adalah cinta yang berani berkorban dan cinta itu, senang melihat orang yang di cintai bahagia.

C. Penutup

Kelebihan :
Kisah yang diceritakan dalam novel ini sungguh menyentuh jiwa, dimana pengorbanan yang diberikan untuk cinta yang kita miliki tak akan pernah ada habisnya. Cinta itu bahagia melihat orang yang dicintai bahagia. Selain itu juga memperlihatkan betapa berartinya seorang sahabat. Dalam keadaan apapun selalu ada, baik itu dalam suka cita maupun duka lara. Tampilan gambar sebagai cover depan bagus dan menarik minat para penggemar baca untuk mengetahuinya.
Kekurangan :
Dalam novel ini tidak diceritakan bagaimana keadaan orang tua Rachel setelah ditinggalkan oleh Rachel. Tidak dijelaskan mengapa Luna tinggal sendiri sementara ayahnya tinggal di Bogor. Dari segi bahan kertas yang digunakan kurang bagus, karena bahan yang digunakan adalah kertas yang warnanya agak gelap seperti kertas buram.

Novel Heart Episode 1 Masa Kecil

Yang tahu Film Love Story maupun Cinta Is Love pasti tahu film ini Kali ini saya akan mengenalkan film yang tak asing lagi bagi kalian penggemar Acha & Irwansyah Ini adalah NOVEL HEART
yang dibintangi oleh :
Irshadi Bagas sebagai Farrel
Yuki Kato sebagai Rachel
Yanti Maria sebagai Luna
kalau lebih mau tahu tentang pemain-pemainnya baca upload,an saya yang kedua ya :) :) :) :D ;D

BY NINITYUNITA  APRIL 20, 2006  BOOK
mes amies…
my third novel IS OUT NOW. 
1 – Masa Kecil
Basket
Sore di Jakarta. Langit mendung tapi tidak ada tetesan air yang turun dalam bentuk hujan. Dua orang anak kecil berumur 10 tahun berlari-lari berebut bola. Mereka sama-sama berambut pendek. Yang sedang memegang bola, seorang anak perempuan tomboy bernama Rachel. Yang berusaha merebut, seorang anak laki-laki bernama Farel.
“Huuu, mana… katanya jagoan. Main basket kok kalah terus sih dari gue?”
“Gua sengaja ngalah kok.”
Rachel menjulurkan lidah. Hooop! Bola yang diarahkan Rachel masuk ke dalam ring yang dipaku pada pohon besar.
“Yay!!! Masuk lagi!” Rachel mengangkat kedua tangan tinggi-tinggi. “Jadi berapa skornya? 18 – 0, ya?”
Farel lalu mengambil bola basket. Ia memantulkannya ke tanah. Cemberut.
“Lo belum tau sih siapa nama panjang gua. Farel Jordan!”
“Hahaha…, ngaku-ngaku sodaranya Michael Jordan lagi. Kalah sih kalah aja. Emang susah ya ngaku?” Rachel menjulurkan lidah.
Farel terus mendribel bola sambil mencari posisi untuk memasukkannya pada ring. Sial, lagi-lagi Rachel secepat kilat merebut. Farel berusaha menutupi kekesalan. Bola kembali masuk dalam ring.
“Gimana Farel Jordan? Masih mau main?”
“Udah gua bilang, gua sengaja ngalah tadi. Tapi, ya udah, deh, sekarang gua mau main serius.”
Rachel tertawa. Ia melemparkan bola pada Farel.
Farel mengatur napas. Harus masuk! Harus masuk! Ujarnya dalam hati. Masa sih kalah sama Rachel. Perempuan tomboy itu seperti tidak kehabisan energi. Ia menghalang-halangi pandangan Farel dengan menyilangkan tangan di udara.
Farel berusaha mengecoh, tapi sayang, usaha itu sia-sia. Rachel seperti cenayang. Bisa membaca pikiran Farel. Bola kembali dikuasai Rachel.
“Huh!”
Farel berpikir keras. Ia tidak boleh membiarkan Rachel memasukkan bola. Diam-diam, Farel merenggut pinggang Rachel dari belakang. Rachel jatuh. Bola menggelinding ke tanah, Farel dengan cepat mengambil.
“Farel curaaang!” protes Rachel.
“Hahaha…”
Langit semakin gelap. Rintik air pelan-pelan menembus tanah.
Farel mendribel bola pelan-pelan. “Udahan, ah! Gerimis, nih.”
“Tuh, kan…, udah curang sekarang malah ngajak udahan.”
“Males main basket kalo ujan gini. Ntar dimarahin Mama. Baju kotor.”
“Bilang aja lu capek!”
“Lagian kalo main basket lagi ujan gini kan bisa bikin sakit. Gua sih justru kasian sama lo, ntar sakit…, gua deh yang disalahin.”
Rachel tertawa. “Mana pernah sih gue sakit? Elu tuh yang dikit-dikit nggak masuk kelas gara-gara sakit.”
Rintik hujan lama-lama berubah menjadi besar. Suara petir menyambar membuat Rachel berlari menjauhi Farel yang sedang menembakkan bola ke dalam ring. Masuk.
“Yay!”
Sepi.
Farel membalikkan tubuh. Rachel tidak ada di belakangnya. Ia malah berlindung di bawah pohon. Farel meraih bola lalu berlari menghampiri Rachel.
“Liat nggak tadi bolanya masuk?”
“Nggak!”
“Tuh, kan…, yang curang itu siapa coba. Giliran gua main serius dan bola masuk, lo nggak liat.”
“Hahaha.”
“Eh! Malah ketawa lagi.”
“Udah, deh, lu nggak bakalan menang dari gue.”
“Enak aja!”
Ukiran di Pohon
Hujan makin deras. Baju mereka basah. Farel menggigil kedinginan.
“Brrggghhh…, hujan gede banget, sih.”
“…”
“Gimana pulang coba? Nggak bawa payung.”
“…”
“Rachel?”
“…”
“Rachel?” Farel mencari-cari sahabatnya. “Rachel? Lo di mana?” Ia mengelilingi pohon, tapi Rachel tidak ada.
-Tuk-
“Aduh!” Sebuah batu kecil mendarat di kepala Farel. Farel otomatis mendongak.
“Nyari-nyari gue, yaaa?” Rachel tertawa. Dengan santai ia duduk di cabang pohon.
“Ih! Ngapain sih manjat-manjat. Liat tuh baju lo udah kotor gitu!”
“Ntar dimarahin Mama,” ujar Rachel nyinyir.
“Kesambar petir baru tau rasa lo.” Farel melemparkan bola ke arah Rachel.
Dengan muka komik Rachel tertawa sambil menepis bola. Ia mengeluarkan sesuatu dari saku celana. Benda logam itu mengilat. Farel dapat melihatnya. Sebuah pisau lipat.
“Ya, ampuuun…, bawa-bawa pisau lipat dari tadi? Dasar preman!”
“Bodo!” Rachel memahat sesuatu di pohon itu tanpa memedulikan Farel yang mulai terlihat pegal mendongak ke langit.
“Ngapain, sih?”
“Bawel!”
“Ih! Judes banget sih jadi orang.” Farel mengusap wajahnya yang basah.
“Gue lagi nulis, tau!”
“Nulis apa, sih?”
“Baca aja sendiri.”
Farel diam.
Sial! Gua kan nggak bisa manjat pohon.
“Oi!”
-Tuk-
“Awww!”
“Bengong aja lu!”
“Aduh! Jangan lemparin gua terus, dong! Sakit, tau.”
“Mau baca, nggak?” Rachel memamerkan senyum komik lagi. Seperti menantang.
“Alaaah! Lo pasti nulis yang ngeledek-ledek gua gitu, ya…”
Kaki kecil Rachel bergerak bergantian dengan cepat. Ia tertawa keras-keras.
“Heh! Ketawa sendiri. Kayak orang gila!”
“Hahaha…”
“Rachel! Turun, dong! Udah, dehhh…”
“Gue tau! Gue tau! Lu pasti takut manjat, kan? Lu pasti nggak bisa manjat pohon, kan?”
“Sembarangan lo!”
“Ya udah…, m-a-n-j-a-t, dooong!” Rachel menantang Farel sekali lagi.
Ketipu!
Farel melipat kedua tangannya dengan kesal. Bola basket ia injak dengan kaki kiri agar tidak bergerak bebas.
“Farel nggak bisa manjaaattt!!!”
“Sssh! Berisik!”
“Hahaha.”
“Jadi, dari tadi lo pikir gua nggak bisa manjat?”
“Farel nggak bisa manjaaattt… Farel nggak bisa manjaaattt…” Kaki Rachel bergerak riang.
“Huh! Emang gua nggak bisa manjat, sih. Tapi kan males banget diketawain terus sama Rachel.” Farel tertunduk dalam.
“Wahhh…, harus berapa abad yaaa gue nunggu lu di atas sini.”
“Bawel!”
“Mau baca apa yang gue tulis, nggak?”
“Apa, sih! Ngomong aja, deh. Susah amat.”
“Makanya…, manjat, dong!”
-Tuk-
“ARRRGGGHHH!!!”
Lama-lama Farel merasa tertantang juga. Perempuan tomboy itu membuat hatinya panas. Farel menendang bola perlahan. Ia memutuskan untuk memanjat.
Farel menatap batang pohon besar di hadapannya. Tidak ada celah untuk kaki sama sekali. Bagaimana bisa naik?
Tapi, mendengar derai tawa jahil yang keluar dari mulut mungil Rachel, membuat Farel berusaha keras. Baru naik sedikit, Farel jatuh. Dahan pohon itu licin karena air hujan.
-Buk!-
“FAREL!”
Farel jatuh terlentang. Derai tawa Rachel yang riang berubah. Ia cemas.
“FAREL!”
Laki-laki kecil itu masih terlentang. Tidak bergerak. Kaku di atas tanah sambil dibasahi aliran hujan.
“Aduuuh!” Rachel segera turun dari pohon.
Muka komik itu berganti dengan muka yang cemas. Rachel segera menghampiri Farel. Ia mengibaskan tangannya. Farel tidak bereaksi. Rachel mendekatkan tangan untuk merasakan hembusan napas Farel. Sama sekali tidak terasa. Napas Farel seperti berhenti. Rachel makin cemas.
“Aduuuh…, apa gue harus ngasih pernapasan buatan, ya?”
Mata kecil itu memandangi wajah Farel dengan gelisah. Setelah berpikir tiga menit, Rachel memutuskan untuk memberi Farel pernapasan buatan. Ia membungkuk. Bibirnya mendekat. Kekhawatiran semakin tergambar jelas di mata Rachel yang bening.
Ketika jarak semakin dekat, jantungnya berdegup kencang. Tiba-tiba mata Farel terbuka. Rachel kaget.
“Boo!”
“Hah?”
“Ketipuuu…, hahaha!”
“Sial!”
“Hahahaha!”
“Jahat, tau, nggak.”
“Jahat, tau, nggak.” Farel dengan jahil menjulurkan lidah.
“Awas, ya!”
“Mau ngapain lo? Suka yaaa sama gua?” Farel terkekeh.
“Bhuuu! Enak aja.”
“Hahaha…, ngaku aja, deh! Ngapain deket-deket gitu tadi.”
“Sial lu! Kirain pingsan beneran.” Rachel tertawa. “Gue kan mau ngasih napas buatan.” Beberapa kali tinju Rachel mendarat di lengan Farel.
“Aduududududuh…”
Farel berlari di tengah hujan. Rachel berusaha mengejar. Derai tawa kembali mengisi mereka. Dua anak kecil itu berlari-lari di bawah langit mendung yang riang menurunkan air.

Blog Archive

Erwin Primaisa. Powered by Blogger.